Dipotong secara tak terhormat



aku seorang wanita yang dilahirkan dari keluarga Samurai. Ibuku meninggal setelah melahirkanku, ayahku yang tua sangat menginginkan seorang anak laki laki sebagai penerus garis keturunannya. Karena tidak punya uang dan sudah tua, ayahku tidak bisa menikah lagi. Oleh karenanya aku dibesarkan sebagai laki-laki.


Aku kini sudah berusia 20 tahun, aku tinggal sendirian di rumah yang terletak jauh di dalam hutan. Ayahku sudah meninggal sejak setahun lalu, dia gugur dalam perang. ayah ikut serta dalam pasukan Shogun melawan pemberontak yang disokong oleh orang-orang Asing. Aku masih ingat setahun lalu, temannya datang ke rumahku membawa berita duka kematian ayah. Teman ayahku ditugaskan oleh ayah untuk menyerahkan Pedangnya padaku.


Ayah mengajari aku banyak hal. Mulai dari cara bertarung dengan pakai pedang, kemudian bersikapa layaknya samurai, dan tentu saja berpakaian, terutama menata rambutku. Di kalangan Samurai, ada gaya rambut yang membedakan seorang Samurai dengan rakyat jelata. Aku diajarkan bahwa rambut adalah pemberian dari orang tua, rambut harus dijaga dan ditata sebagai penghormatan bagi orang tua. Sebagai samurai, aku harus memiliki rambut yang panjangnya hingga ke punggung. Setiap pagi setelah mandi dan berpakaian, aku duduk menghadap cermin. Aku melumuri seluruh rambutku dengan minyak hingga rambutku klimis. Setelah itu, aku kumpulkan semua rambutku hingga ke atas ubun ubun lalu aku ikatkan rambutku dengan seutas benang. Setelah membuat ekor kuda di kepalaku, aku tekukan rambut ekor kuda ku ke depan kalu tekukan rambut itu aku ikat lagi dengan seutas benang. Itulah gaya rambut samurai yang dinamakan chonmage


Aku sekarang berada di tengah kota. Masih saja orang orang memandangku dengan aneh. Aku melihat seorang anak berteriak teriak sambil membeberkan lembaran kertas, banyak sekali orang yang membeli kertas kertas itu darinya. Ketika aku menghampirinya,  anak itu terkejut. "Hey, Anda mau koran? Mohon maaf sebelumnya, apa anda tahu anda melanggar aturan?" Kata si anak ini. "Memang apa yang aku langgar?" kataku. "Coba baca halaman utama, harganya 10 sen," katanya. Aku membeli koran itu.


Aku duduk sambil membaca koran. Aku membaca soal hukum Danpatsu. Menurut koran ini, Hukum Danpatsu dibuat oleh pemerintah untuk menghapus segala atribut yang berkaitan dengan samurai, termasuk pedang dan sanggul rambut. Apa-apaan ini? Memang apa salah samurai


Sudah lama aku tidak ke kota. Sebelumnya aku diperintahkan oleh ayah untuk mengungsi di dalam hutan karena Kota sedang diserang oleh musuh. Aku ingin ikut dalam perang itu tapi ayah bersikeras agar aku berlindung di dalam hutan.


Aku dengar perang sudah selesai. Aku memutuskan untuk pergi ke kota. Seperti biasa aku mandi air hangat, aku membalutkan perban untuk menyembunyikan payudaraku. lalu aku berpakaian dan menata rambutku menjadi sanggul chonmage. Tak lupa aku menempatkan pedang ayahku di ikat pinggangku.


Sesampainya di kota, aku melihat semuanya berubah. Orang orang ada yang masih mengenakan pakaian seperti biasa. Tapi ada pula yang mengenakan pakaian barat. Aku juga melihat gedung gedung barat diantara bangunan-bangunan kayu tradisional Jepang. Yang paling aneh adalah, aku sudah berjalan selama satu jam tapi tidak menemukan seorang Samurai. Ditambah lagi orang orang sekitar sini memandangku dengan aneh. Ada sepasang wanita tertawa kecil ketika melihatku. ada ibu dan anak yang langsung pergi ketika aku melewati mereka. 


Tiba tiba aku dihampiri oleh sepasang pria yang masing masing mengenakan pakaian orang barat lengkap dengan topi dan tongkat kayu. "heh, kau masih mengenakan pakaian seperti itu?" Kata salah seorang pria dengan nada mencemooh. "Ketinggalan Zaman," kata temannya. Si pria menunjuk pada gagang pedangku dengan tongkatnya. "Paling pedang ini terbuat dari bambu," katanya. Aku diajarkan oleh ayahku jika rakyat biasa bersikap kurang ajar pada samurai, rakyat biasa harus minta maaf. Jika tidak, Samurai punya hak untuk membantai si rakyat. "Segera minta maaf," kataku. Si pria berjalan kebelankangku. "Kau tahu, orang asing sempat mengira samurai punya pistol di kepalanya," katanya. Kagetnya aku, tangan pria ini menyentuh sanggup rambutku. Aku menghunus pedang, kemudian ku tebas bagian bawah tubuhnya. Tak lama kemudian, celana pria ini merosot ke bawah dan tongkatnya terpotong, si pria jatuh ke tanah. Aku menodongkan pedang pada si pria, "segera memohon ampun," kataku. Melihat ini, dia langsung bersujud padaku dengan gemetar. Aku berbalik ke arah temannya yang kabur entah kemana. Aku langsung melanjutkan perjalanan


"itu dia orangnya pak," kata seseorang di depanku. Kulihat di depan ada sekumpulan enam pria berbaju hitam membawa senapan, berjalan menghampiriku. Aku berdiri dan berjalan menemui mereka. "Kamu seorang Samurai?" Kata salah seorang dari mereka. "Siapa kalian?" Tanyaku. "Kami dari pasukan imperial Jepang, kami menerima laporan adanya pelanggaran di sini," kata dia. "anda serahkan pedang anda dan segera potong rambut anda," katanya. 

"Tidak bisa, saya seorang samurai. Pedang dan sanggul ini adalah bagian dari saya," kataku. Ketika aku hendak pergi, enam pria ini mengepung diriku dan menodongkan senapannya ke arahku. Aku langsung memasang kuda-kuda, bersiap menghunuskan pedang. Dengan cepat aku menerjang salah satu dari mereka. Tiba tiba, terdengar suara tembakan, peluru bersarang di punggungku. Aku jatuh berlutut. 


Salah seorang prajurit datang padaku dan mengambil pedangku. Kemudian dari belakang, seorang prajurit datang sambil menghunuskan belatinya. Dia menggengam sanggulku dan menariknya sehingga kepalaku menengadah ke atas. Lalu dia tempelkan bilah belatinya pada ubun ubunku. Dia langsung mengiris sanggul rambutku. Aku merasakan sakit di ubun ubunku akibat gesekan antara pisau dengan rambut dan kulit kepalaku. Aku menjerit memohon untuk menghentikan semua ini. Kulihat semua orang di sekitarku melihatku. Rasa malu dan sakit menguasai diriku. Aku mendengar suara gesekan antara belati dan sanggul rambutku yang sangat mengilukan. Tak lama kemudian, sanggul rambutku terlepas dari kepalaku. Prajurit itu melemparkan potongan sanggul itu ke tanah. "Mulai sekarang kamu hanya rakyat biasa," Para prajurit langsung pergi meninggalkanku. 


Ini adalah hal yang memalukan bagi diriku. Aku telah kehilangan dua hal berharga pemberian orang tuaku. Yang pertama adalah pedang dari ayah, dan yang kedua rambutku yang diturunkan dari ibuku. Aku kini bukan lagi seorang Samurai.


Satu satunya cara bagiku untuk menghilangkan rasa malu ini adaah dengan bunuh diri. Tapi bagaimana? Anak penjual koran tadi datang padaku. "Kakak, sebaiknya kakak ikut aku," aku dituntun oleh anak itu ke gubuknya. Dia memanggil seorang dokter untuk mengobati lukaku. Dokter meminta aku untuk membuka baju ku. Karena aku bukan lagi samurai, sudah tidak ada artinya lagi aku menyembunyikan jati diriku sebagai wanita. Betapa terkejutnya dokter dan si anak ketika aku membuka bajuku dan memperlihatkan diriku yang seorang perempuan. Sejak kejadian itu, aku hidup bersama si anak koran itu.

Comments

Post a Comment

Popular Posts